TarekatNaqsabandiyah didirikan oleh Muhammad bin Bahauddin al- Uwaisi al-Bukhari 717-789 dari Bukhara dulu bagian dari Uni Sovyet. Naqsabandi berasal dari kata "Naksyaband" yang berarti lukisan, atau penjagaan bentuk kebahagiaan hati. Tarekat ini diberi nama Naqsabandiyah karena Syeikh Bahauddin dalam memberikan lukisan kehidupan MursyidTarekat Naqsyabandiyah KH RM Irfa'i Nahrowi an-Naqsyanbandi mewasiatkan agar anggota Gerakan Pemuda Ansor dan Banser berakhlak yang mulia sehingga tampil sebagai Sampailah kita pada silsilah guru yang ke-3, yakni Al-Imam Abu Abdurrahman Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallaahu 'anhum. Beliau adalah cucu AbdulWadud Kasyful Humam dalam Satu Tuhan Seribu Jalan: Sejarah, Ajaran, dan Gerakan Tarekat di Indonesia (2013) menyebutkan kata "tarekat" berasal dari bahasa Arab yakni thariqah, yang berarti al-khat fi al-sya'i (garis sesuatu), al-sirath (jalan), dan al-sabil (jalan). Baca juga: Sejarah Politisasi Agama ala Nahdlatul Ulama. Rosidahtercinta yang senantiasa dalam setiap sujudnya selalu memberikan doa untuk keberhasilan anak tercintanya. Terimaksih atas limpahan kasih sayang yang Silsilah para Guru Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah Almujaddadiyah .. 69 . 1 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahan judul dan kekeliruan dalam memahami Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. SETIAP hari sewaktu terbit dan sebelum terbenam matahari, bacalah "A'uzubillahi Minash-Syaitanir Rajim", lalu membaca "Bismillahir Rahmanir Rahim" dan "Surah Al-Fatihah" sekali dan "Surah Al-Ikhlas" sebanyak 3 kali beserta "Bismillahir Rahmanir Rahim", kemudian dihadiahkan pahala bacaan tersebut kepada sekalian Ruhaniyah Para Masyaikh Silsilah Aliyah Naqshbandiyah Al Kholidiyah seperti berikut "Ya Allah, telah ku hadiahkan seumpama pahala bacaan Fatihah dan Qul Huwa Allah kepada sekelian Arwah Muqaddasah Masyaikh Akabirin Silsilah 'Aliyah Naqshbandiyah Al Kholidiyah." Seterusnya membaca Syajarah Tayyibah ini pada kedua-dua waktu yang tersebut. '''''[[Bismillahir Rahmaanir Rahiim]]''''' NABI MUHAMMAD SAW dan dari Nabi Muhammad SAW turun kepada 1. Sayyidina Abu Bakar Siddiq radiyallahu ta’ala anhu GelarAs-Siddik yang berarti benar dan membenarkan kebenaran, dan melaksanakan kebenaran itu dalam perkataan dan perbuatan, lahir maupun batin. Beliau adalah khalifah pertama dari Khulafaur - Rasyidin. Dari beliau turun kepada, 2. Sayyidina Salman Al-Farisi Beliau adalah murid utama Sayyidina Abu Bakar dan terkenal sebagal tokoh sufi dan tokoh Ilmu Alam, Ilmu Falak yang kenamaan. Dari beliau turun kepada, 3. Al Imam Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq Dari beliau turun kepada, 4. Al Imam Sayyidina Ja’far As Shadiq Imam Ja’far adalah anak cucu Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddik ra. Beliau terkenal sebagai ahli kesusasteraan dan ahli hukum dan karena keahliannya itu, serta kebenaran dan kesuciannya, menyebabkan dia sangat dihormati. Dari beliau turun kepada, 5. Al Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang dimashurkan namanya dengan AsySyekh Abu Yazid Al—Busthami quddusa sirruhu Gelar Sultanul Arifin berarti imam besar, orang yang mengatahui, imam tasawuf, pemimpin besar yang pertama dalam tarekat keturunan Sayyidina Abu Bakar Siddiq Dari beliau turun kepada, 6. Al Arif Billah Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja’far AlKharqani Keistimewaannya dia sangat kasih kepada Allah dan Rasul-Nya, dan dari beliau turun kepada penghulu sekalian quthub. Dari beliau turun kepada, 7. Al Arif Billah Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi AlFarimadi Dari beliau turun kepada wali Allah, 8. Al Arif billah Asy Syekh Abu Yakub Yusuf AI-Hamadani bin Ayyub bin Yusuf bin AI-Husain Nama lain beliau adalah Abu Ali As Samadani. Dari beliau turun kepada wali Allah, yaitu 9. Al Arif Billah Asy Syekh Abdul Khaliq AI-Fajduwani Ibnu Al-Imam Abdul Jamil Beliau itu nasabnya sampai kepada Al-Imam Malik bin Anas ra. Dari beliau turun kepada quthub penghulu sekalian wali Allah, yaitu, 10. Al Arif Billah Asy Syekh Ar Riwikari Dari beliau turun kepada hamba Allah, kepala daripada sekalian guru-guru, yaitu, 11. Al Arif Billah Asy Syekh MahmudAl-Anjir Faghnawi Beliau adalah aulia Allah yang mempunyai sifat dan perangai sempurna dalam menuntut ridla Allah dan sempurna abdinya kepada Allah azza wajalla. Dari beliau turun kepada wali yang sangat kasih akan Tuhannya yang ghani, yaitu, 12. Al Arif Billah Asy Syekh AliAr Ramitani, yang dimasyhurkan namanya dengan AsySyekh Azizan Dari beliau turun kepada murid yang sangat tinggi ilmu tarikat dan makrifatnya. Dari beliau turun kepada penghulu sekalian wali Allah, yaitu, 13. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Baba As Samasi adalah seorang aulia Allah dari keturunan Tionghoa. Beliau senantiasa mujahadah dan musyahadah kepada Tuhan dan beliau adalah penghulu dari sekalian wali-wali Allah. Syakh Muhammad Baba As Samasi hidup dalam satu zaman dengan Asy Syakh Ali Ar Ramitani dan dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani Dari beliau turun kepada raja yang besar lagi sayyid, kepala sekalian guru-guru, yaitu, 14. Al Arif Billah Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah Syekh Sayyid Amir Kulal adalah raja di tanah Arab yang besar dan dia bergelar sayyid mempunyai keturunan bangsawan, dan beliau adalah guru hakikat dan makrifat. Dari beliau turun kepada wali Allah yang masyhur keramatnya dan makmur, ialah imam Tarikat Naqsyabandiyah yang terkenal namanya dengan Syah Naqsyabandy, yaitu, 15. Al Arif Billah Asy Syekh As Sayyid Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari Beliau meletakkan dasar-dasar zikir qalbi yang sirri, zikir batin qalbi yang tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau meletakkan kemurnian ibadat semata-mata lillaahi ta’ala, tergambar dalam do’a beliau yang diajarkan kepada murid-muridnya "Ilahii anta makshuudii waridhaaka mathluubii". Secara murni meneruskan ibadat Thariqatus Sirriyah zaman Rasulullah, Thariqatul Ubudiyah zaman Abu Bakar Siddiq dan Thariqatus Siddiqiyah zaman Salman al Farisi. Beliau amat masyhur dengan keramat-keramatnya dan makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai wali akbar dan wali quthub yang afdhal, yang amat tinggi hakikat dan makrifatnya. Dari murid-muridnya dahulu sampai dengan sekarang, banyak melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat, sehingga ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang mengatur pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 empat puluh hari menjadi 10 sepuluh hari, yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan disiplin dan adab suluk yang teguh. Dan dari beliau turun kepada, 16. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi yang dimashurkan dengan namanya Asy Syekh Alaudin AI-Aththar Dari beliau turun kepada waliullah, yaitu 17. Al Arif Billah Asy Syekh Ya’qub Dari beliau turun kepada wali yang agung, yaitu 18. Al Arif Billah Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar AsSamarqandi bin Mahmud bin Sihabuddin Dari beliau turun kepada raja yang saleh, ialah kepala sekalian guru-guru, yaitu 19. Al Arif Billah Asy Syekh MuhammadAz Zahid Dari beliau turun kepada anak saudara perempuannya yang mempunyai kerajaan yang besar dan martabat yang tinggi, yaitu 20. Al Arif Billah Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi Dari beliau turun kepada anaknya ialah seorang raja yang besar, yang adil lagi pemurah, lagi lemah lembut perkataannya, yaitu 21. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani As Samarqandi Dari beliau turun kepada wali Allah yang quthub, yaitu ; 22. Al Arif Billah Asy Syekh Muayyiddin Muhammad Al-Baqi Billah Dari beliau turun kepada anak cucu Amirul Mukminin Sayyidina Umar Al Faruq yaitu ; 23. Al Arif Billah Asy Syekh Akhmad Al-Faruqi As Sirhindi yang mashur namanya, yang terkenal denganAl Imam ArRabbani Al-Mujaddid Alf Fassami. Dari beliau turun kepada anaknya yang tempat kepercayaannya, yang menaruh rahasianya, yang masyhur namanya, yaitu; 24. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Ma ’sum Dari beliau turun kepada anaknya, yaitu Sultanul Aulia, yaitu 25. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Saifuddin yang bercahaya zahiriah dan batiniahnya. Dari beliau turun kepada Sayyid Syarif yang gilang gemilang cahayanya, sebab nyata zat dan sifat, yaitu ; 26. Al Arif Billah Asy Syekh Asy Syarif Nur Muhammad Al-Badwani Dari beliau turun kepada wali Allah yang tinggi pangkatnya, nyata keramatnya, yaitu 27. Al Arif Billah Asy Syekh Syamsuddin Habibullah Jani Janani MuzhirAl-Alawi Dari beliau turun kepada kepala sekalian guru-guru, kepala sekalian khalifah dan penghulu sekalian wali Allah, yaitu; 28. Al Arif Billah Asy Syekh Abdullah Ad Dahlawi dan adalah Syekh Abdullah itu nasabnya sampai kepada Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu. Dari beliau turun kepada; 29. Al Arif Billah Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-UtsmaniAl-Kurdi Beliau adalah anak cucu amirul mukminin Sayyidina Usman bin Affan Beliau adalah Syekh yang mashur, ahli Tarekat Naqsyabandiyah yang fana fillah, lagi baqa billah, yang pada masa suluk menjadi penghulu sekalian khalifah. Dari beliau turun kepada wali Allah yang zuhud akan dunia dan sangat kasih akan zat Allah ta'ala, ialah kepala sekalian guru-guru di dalam negeri Makkah al Musyarrafah, yaitu hamba Allah, 30. Al Arif Billah Sirajul Millah Waddin Asy Syekh Abdullah Al Afandi Dari beliau turun kepada penghulu sekalian khalifah yang mempunyai keramat yang nyata, yaitu ; 31. Al Arif Billah Asy Syekh Sulaiman Al Qarimi Dari beliau turun kepada menantunya yang alim lagi Saleh, yang Senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam kepada Tuhan khaliqul alam, dan dari beliau nyata kebesarannya serta kemuliaannya, dan adalah penghulu sekalian khalifah dan ikutan sekalian orang yang suluk, yaitu; 32. Mursyiduna, warabiituna, wa maulana, Al Arif Billah Sayyidi Syekh Sulaiman Az Zuhdi Dari beliau turun kepada anaknya yang alim lagi Saleh, yang senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam dan ikutan Sekalian orang yang Suluk, yaitu ; 33. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al Arif Billah Sayyidi Syekh Ali Ridha Ketika meletus perang dunia ke-II di Eropa di sekitar tahun 1937 Ali Ridha meninggalkan Mekkah menuju Baghdad dan kemudian ke India dan di sana dia meninggal dunia. Ali Ridha adalah ahli tasawuf dan Syekh Tarekat Naqsyabandiyah yang sangat pintar dan alim, seorang sufi yang masyhur. Kasih sayangnya penuh ditumpahkan kepada muridnya yang kemudian menjadi khalifah Rasul yang ke-34 Seorang berkebangsaan Indonesia. Dari beliau turun kepada muridnya yang menambahi Allah Ta’ala akan sucinya, dan meninggikan Allah Ta’ala akan derajatnya, dan kuat melalui jalan kepada Allah Ta’ala, maka melapangkan dan melebihi Allah Ta’ala baginya, karena menambahi Salam berkhidmat akan Allah Ta’ala, dan memberi bekas barang siapa menuntut jalan kepada Allah ta’ala kepadanya. Kemudian meninggikan Allah Ta’ala atas orang yang hidup akan menambahi yakin zikir yang batin dan mengesakan yang dikenal bagi yang kaya dan miskin dan menjadikan Allah Ta’ala bagi orang yang suluk dengan Tarikatul Ubudiyah dan Naqsyabandiyah, amanat suci Allah Ta’ala dan menyembunyikan dia sebagai walinya yang pilihan, yaitu 34. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al Arif Billah Sayyidi Syekh Muhammad Hasyim Al Khalidi Guru pertama beliau adalah Saidi Syekh Sulaiman Hutapungkut di kota Nopan, Tapanuli Selatan. Sebagai kelanjutan dari pendidikannya, Syekh Muhammad Hasyim berguru dan menerima Ijazah syekh dari Syekh Ali Ar Ridha di Jabal Qubis Mekkah. Setelah kembali ke Indonesia, beliau menetap di Buayan, Sumatera Barat. Selama di Jabal Qubis Mekkah dengan tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah, mendalami syariat dan hakikat serta memperoleh makrifat. Pada kesempatan itu pula beliau berpuluh-puluh kali berziarah ke makam Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat seorang perintis kemerdekaan, beliau juga pernah dibuang ke Boven Digul dan menjadi penasehat beberapa pembesar Indonesia dalam perang kemerdekaan. Beliau meninggal dalam usia lanjut, yaitu 90 tahun. Beliau lahir pada tahun 1864 dan maninggal tahun beliau turun kepada muridnya yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya, akan Allah SWT dan Rasul-Nya, yang kuat menjalani jalan hakikat dan kuat mengarjakan jalan berkhidmat, yang dikenal oleh orang banyak sebagal seorang tabib besar, yang mengobati orang banyak, dari penyakit batin dan zahir dengan kekuatan zikrullah, dan menjadi ikutan dari segala orang yang terpelajar yang suluk, yang bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah Khalidiyah, dan diturunkannya kepada anak kandungnya 35. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al’Arif Billah Sayyidi Syekh Sulaiman Hasyim Al Khalidi dan di turunkan kepadanya 36. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al’Arif Billah Sayyidi Syekh Mohamad Khoir Hasyim Al Khalidi diturunkan kepada anak kandungnya yang kasih akan gurunya 37. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana Al’Arif Billah Sayyidi Syekh Amiruddin KY. Bin Moh. Khoir Hasyim Al Khalidi An Naqsyabandy 38. Bar Faqir Haqir, Khak Paey Buzurgan, La Syai Miskin ........................……………………..'Ufiya 'Anhu Par, [[Raham Farma Wa Muhabbat Wa Ma'rifat Wa Jam'iyat Zahiri Wa Batini Wa 'Afiyati Darain Wa Bahrahi Kamil Az Fuyudzi Wa Barkati In Buzurgan Rozi Ma Kun]]. Robbana Tawaffana Muslimin, Wa Alhiqna Bissolihin. Kepada hamba yang faqir dan hina yang di bawah telapak kaki Para Masyaikh yang tiada apa-apa lagi miskin ……............................….………………… semoga di ampunkan, Rahmatilah kami dan kurniakanlah Kasih Sayang dan Makrifat serta Jam'iyat Zahir dan Batin serta Afiyat di Dunia dan Akhirat dan Lautan Kesempurnaan dari Limpahan Faidhz dan keberkatan Para Masyaikh ini. Ya Tuhan kami, matikanlah kami sebagai Muslim dan sertakanlah kami bersama Para Salihin. Tarekat Naqsyabandiyah bahasa Persia نقشبندی[lower-alpha 1] adalah sebuah tarekat utama dari ajaran tasawuf sunni. Namanya berasal dari Bahaudin al-Bukhari an-Naqsyabandi. Para guru Naqsyabandiyah menelusuri garis keturunan mereka hingga nabi Muhammad melalui Abu Bakar– khalifah pertama Islam– dan Ali bin Abi Thalib–khalifah keempat Islam.[1][2][3][4][5] Karena silsilah ganda ini melalui Ali dan Abu Bakar melalui Imam Jafar ash-Shadiq, maka tarekat ini juga dikenal sebagai konvergensi dua samudra atau tatanan Sufi Jafar ash-Sadiq.[6] Sebuah Khanaqah rumah doa dari Naqsyabandiyah di Saqqez, Iran. OLEH HASANUL RIZQA Didirikan oleh Syekh Bahauddin pada abad ke-14, Naqsyabandiyah adalah sebuah aliran tasawuf dengan pengikut yang signifikan. Di Indonesia, persebarannya digerakkan ulama-ulama besar. Biografi Syekh Bahauddin Berbagai aliran tasawuf muncul sejak berabad-abad silam dan masih eksis hingga saat ini. Salah satunya adalah Tarekat Naqsyabandiyah. Martin van Bruinessen dalam bukunya, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis 1992, menjelaskan asal usul aliran tersebut. Seperti tampak pada namanya, perintis jalan sufi tersebut adalah Syekh Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyaband wafat 1389 M. Tokoh tersebut lahir dengan nama Muhammad bin Muhammad al-Naqshaband di Desa Qasr Arifan, Asia tengah, pada bulan Muharram tahun 717 H/1317 M. Ia termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis nasab Husain bin Ali bin Abi Thalib. Karena itu, dirinya bergelar shah, sebutan lokal untuk kata bahasa Arab sayyid. Pada masa dewasanya, Shah Naqshaband dijuluki sebagai Bahauddin. Sebab, dia dipandang berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus dan penuh penghayatan. Ia juga disebut al-Bukhari karena menghabiskan nyaris seluruh masa hidupnya di Kota Bukhara, yang terletak tidak jauh dari kampung halamannya. Pada awal abad kedelapan Hijriyah, tradisi tasawuf di Asia tengah berkembang di bawah bimbingan tuan guru khoja Baba Sammasi. Konon, ulama besar itu melihat semburat cahaya yang terang benderang dari Qasr Arifan tepat ketika Muhammad al-Naqshaband lahir. Hal itu dianggap sebagai petanda bahwa seorang sufi akan muncul dan menyinari dunia dari desa tersebut. Baba Sammasi sesudah itu melanjutkan perjalanannya, mengunjungi kota demi kota di Asia tengah. Sekira 18 tahun kemudian, khoja tersebut kembali ke Qasr Arifan untuk menyambangi rumah tokoh setempat, yakni kakek Muhammad al-Naqshaband. Setelah mengutarakan maksud kedatangannya, ulama tersebut meminta agar cucu sang tuan rumah dibawa ke hadapannya. Al-Naqshaband muda lalu diangkatnya sebagai anak. Sebelum meninggal dunia, Baba Sammasi berpesan kepada penerusnya, yakni Shah Amir Kulali, agar membimbing al-Naqshaband dengan penuh perhatian. Bahkan, sang khoja menekankan wasiatnya itu dengan berkata kepada Shah Amir, "Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu jika engkau lalai dari melaksanakan pesanku ini." Demikian dinukil dari tulisan Aunul Abied Shah, "Bahauddin Shah Naqshabandi Mahaguru Pembaru Tasawuf" 2009. Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu jika engkau lalai dari melaksanakan pesanku ini. Shah Muhammad al-Naqshaband hijrah ke Nasaf untuk mengikuti Shah Amir Kulali. Di bawah arahannya, pemuda tersebut semakin mendalami ilmu-ilmu tasawuf. Salah satu latihan spiritual riyadhah yang dilakukannya adalah menjaga hati. Tujuannya agar dirinya selalu menjaga kesopanan dan perasaan sehingga tidak lancang terhadap Allah, Rasulullah SAW, dan para guru. Intinya, menghayati sikap rendah hati dalam kondisi apa pun. Dan, guru pertamanya dalam tasawuf adalah Baba Shamsi. Almarhum telah berpesan agar, sepeninggalan dirinya, Shah al-Naqshaband belajar kepada Shah Amir. Menaati wasiat tersebut adalah salah satu bukti tawadhu kepada sang khoja. Dikisahkan, saat sedang dalam perjalanan menuju Nasaf, remaja yang saleh itu bertemu dengan seorang lelaki misterius. Berpakaian rapi dan penuh wibawa, pria tersebut turun dari kudanya untuk berbicara dengan Shah al-Naqshaband. Rupanya, orang asing itu meminta agar pemuda tersebut mau menjadi muridnya. Dengan penuh kesopanan, al-Naqshaband menolak permintaan tersebut. Ia pun menjelaskan keadaannya yang mesti menunaikan amanah almarhum gurunya. Setelah mendengarkan alasannya, penunggang kuda itu pun pergi. Sesampainya di Nasaf, al-Naqshaband pun menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya kepada Shah Amir. Gurunya tersebut lalu mengungkapkan, sosok misterius itu sesungguhnya adalah Nabi Khidir. "Mengapa engkau menolak menjadi murid sang nabi?" tanya penerus Baba Sammasi itu. "Karena aku telah diperintahkan oleh almarhum khoja untuk menimba ilmu kepadamu," jawabnya. Berbagai kisah yang menakjubkan dikaitkan dengan al-Naqshaband. Sebagai contoh, ia diceritakan mendapatkan ilmu dari seorang alim yang sudah meninggal, Abdul Khaliq Gujdawani. Sebab, dirinya dituturkan pernah berinteraksi dengan roh khoja tersebut. Sejak saat itu, ia dikenal dengan julukan al-Uwaysi karena memperoleh pencerahan dari seorang guru yang tidak pernah ditemuinya -secara fisik- di dunia. Keadaannya persis seperti seorang tabiin, Uwais al-Qarni, yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, tetapi "hanya" berjumpa secara spiritual dengan dan mendapatkan pelajaran dari roh beliau. Di bawah bimbingan Shah Amir, Shah al-Naqshaband tidak hanya mengkaji tasawuf, tetapi juga ilmu-ilmu keislaman lainnya. Misalnya, akidah, fikih, hadis, dan sejarah kehidupan Nabi SAW sirah nabawiyah. Lantaran amanah gurunya pula, Amir Kulali selalu memberikan perhatian yang lebih kepada muridnya itu. Hingga akhirnya, sang santri dinilai telah mencapai kedalaman ilmu, selayaknya seorang sufi yang siap menuju pintu makrifat. Semua yang ada di sini sudah habis Anda resapi. Maka mengembaralah, Bahauddin! Sebelum merestui kepergian santrinya itu, Shah Amir berkata kepada al-Naqshaband sembari menunjuk pada dadanya sendiri, "Semua yang ada di sini sudah habis Anda resapi. Maka mengembaralah, Bahauddin!" Dari Nasaf, Shah Bahauddin an-Naqsyaband pun berkelana dari satu kota ke kota lainnya. Di setiap tempat, salik tersebut berguru kepada para mursyid terkemuka. Dalam periode tersebut, dirinya juga menunaikan ibadah haji hingga tiga kali. Barulah kemudian, ia menetap di Bukhara guna mengajarkan ilmu dan tarekatnya kepada kaum Muslimin. Sebelumnya, laku tasawuf di Asia tengah umumnya disebut sebagai Tarekat Ishqiyyah. Ini merujuk pada nama tokoh Abu Yazid al-Ishqi, yang silsilah keilmuannya bersambung hingga Abu Yazid al-Bustami wafat 260 H/873 M dan Imam Ja’far as-Sadiq wafat 146 H/763 M. Seiring dengan popularitas Shah Bahauddin, maka perkumpulan dan ajaran-ajaran tasawuf setempat dinamakan Tarekat Naqsyabandiyah atau para pengikut Syekh Bahauddin an-Naqsyaband.’ Hingga tutup usia, mursyid tersebut telah meninggalkan beberapa tulisan. Di antaranya adalah Al-Aurad al-Baha’iyah, Tanbihul Ghafilin, Sulukul Anwar, dan Hidayatus Salikin wa Tuhfatuth Thalibin. Terhadap karya yang pertama itu, para muridnya memberikan tanggapan yang termaktub dalam Manbaul Asrar. Syekh Bahauddin an-Naqsyaband juga menambahkan sebanyak tiga dari total delapan asas yang telah diletakkan Abdul Khaliq Gujdawani. Ketiganya, dalam bahasa Persia, disebut sebagai wuquf-izamani, wuquf-i adadi, dan wuquf-iqalbi. Sejak saat itu, silsilah dari Abdul Khaliq lebih dikenal dengan sebutan Naqsyabandiyah. Menurut Muhammad Rizqy Fauzi dalam tulisannya di laman Nahdlatul Ulama, Syekh Bahauddin meletakkan rumusan-rumusan dasar untuk seorang Mukmin mendekatkan diri kepada Allah. Caranya dengan senantiasa berzikir kepada-Nya. Mursyid tersebut mengajarkan, ikhtiar untuk menjauhkan perhatian dari keramaian manusia dilakukan guna mendekat kepada Rabb semesta alam. Khalwat itu tidak berarti hidup seperti halnya seorang rahib, melainkan melatih fokus batin agar tertuju hanya kepada Allah. Dengan demikian, sekalipun raga bersama banyak orang, kalbunya tetap melakukan zikrullah. Dalam kitab Al-Budha’atul Muzjah, disebutkan sebagai berikut. “Sayyid Bahauddin pernah ditanya perihal tarekatnya. Kemudian ia berkata, Menyendiri dalam keramaian, menghadapkan batin hati kepada al-Haqq Allah, dan menghadapkan badan pada makhluk. Dalam hal ini, terdapat isyarat firman Allah, yang artinya Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah’ QS an-Nur 37.’” Metode zikir yang terutama diajarkannya dilakukan dengan cara diam atau tersembunyi sirr, yakni tidak bergerak dan tidak pula berbunyi. Ia meletakkan kemurnian zikir dan ibadah pada umumnya hanya karena Allah Ta’ala. Sang mursyid pernah menasihati muridnya tentang sebuah doa, “Tuhanku, Engkaulah yang kumaksud dan ridha-Mu-lah yang kuharapkan.” Agar hati dapat tertuju kepada-Nya, seorang salik pun mesti melawan hawa nafsu. Menurut Syekh an-Naqsyaband, itulah cara yang paling dekat menuju ridha Allah. Dengan mengontrol dorongan nafsu, seseorang pun dapat lebih merasa diawasi oleh-Nya. Seperti para sufi ternama, Syekh an-Naqsyaband pun dikisahkan memiliki berbagai karamah. Ambil contoh, sebagaimana diceritakan dalam Jami’ al-Karamat al-Auliya, ketika sang alim dan sahabatnya, Syekh Alauddin al-Aththar berjalan bersama. Cuaca saat itu sedang mendung. Ketika sedang singgah, Syekh an-Naqsyaband bertanya kepada kawan seperjalanannya itu. “Apakah sudah tiba waktu zuhur?” “Belum,” jawab Syekh al-Aththar. “Coba engkau keluar, lalu lihatlah ke langit.” Maka keluarlah Syekh al-Aththar dari tempatnya, untuk menatap ke atas. Tiba-tiba, tersingkaplah hijab alam sehingga dirinya dapat menyaksikan barisan malaikat di langit sedang shalat Zuhur. “Bagaimana menurutmu, apakah waktu Zuhur telah tiba?” tanya Syekh an-Naqsyaband lagi dari dalam. Syekh al-Aththar pun menjadi malu. Ia kemudian membaca istighfar, tetapi hingga beberapa hari kemudian masih memikirkan kejadian tersebut. Syekh Bahauddin wafat pada malam Senin, 3 Rabiul Awal 791 H/1391 M. Konon, pada dadanya terukir lafaz Jalalah atau Allah yang bercahaya. Karena itulah, dirinya dinamakan para pengikutnya sebagai an-Naqsyaband. Kata berbahasa Persia itu berarti gambar yang berbuhul'. Tarekat Naqsyabandiyah tersebar luas dari Asia tengah ke Persia, Anatolia Turki, Anak benua India, dan Nusantara. Di Negeri Sungai Indus, popularitasnya “mengalahkan” Tarekat Syattariyah. Pada zaman modern, jalan salik tersebut bahkan berperan penting dalam syiar Islam di Eropa dan Amerika. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, simbiosis dengan aliran sufi besar lainnya menghasilkan Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah. - “Ustaz Abdul Somad UAS ber-baiat thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah kepada Mursyid, Habib Luthfi bin Yahya Rois Aam JATMAN NU, hari ini di Pekalongan, Jawa Tengah,” tulis akun Instagram Nahdlatul itu berlangsung pada Jumat 8/2/2019. Dalam perjumpaan yang berlangsung sekitar satu jam, seperti dilaporkan iNews, UAS mengaku bahwa sebelumnya ia telah berbaiat tarekat Qadiriyah dan Syattariyah. Ia juga memperlihatkan silsilah tarekat Luthfi meminta UAS untuk memilih salah satu dari dua tarekat itu yang bisa diamalkan secara intens. Habib Luthfi menganjurkan tarekat Syattariyah. Tapi seperti dikabarkan akun Nahdlatul Ulama, UAS memilih tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Keterangan dari dua sumber itu ada perbedaan. Pertama menyebutkan “Qadiriyah wa Naqsabandiyah”, sementara satu lagi hanya menyebut “Qadiriyah”. Padahal kedua tarekat itu berbeda dan mempunyai sejarahnya masing-masing. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah merupakan formulasi dari dua tarekat, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Keduanya sampai hari ini masih hadir dengan jalan masing-masing. Di Indonesia, selain tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, tarekat Qadiriyah, tarekat Naqsabandiyah, dan tarekat Syattariyah, masih terdapat tarekat-tarekat lainnya. Di antaranya yaitu tarekat Idrisiyah, tarekat Alawiyyah, tarekat Khalwatiyah, tarekat Rifa’iyah, tarekat Sammaniyah, dan tarekat Syadziliyah. Jatman Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah yang dipimpin Habib Luthfi merupakan organisasi yang menjadi wadah para pengamal tarekat yang mu’tabarah diakui. Organisasi ini berafilisi dengan NU. Abdul Wadud Kasyful Humam dalam Satu Tuhan Seribu Jalan Sejarah, Ajaran, dan Gerakan Tarekat di Indonesia 2013 menyebutkan kata “tarekat” berasal dari bahasa Arab yakni thariqah, yang berarti al-khat fi al-sya’i garis sesuatu, al-sirath jalan, dan al-sabil jalan. Sementara menurut situs resmi Jatman, tarekat adalah metode khusus yang dipakai oleh salik para penempuh jalan menuju Allah melalui tahapan-tahapan atau maqamat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, pada mulanya tarekat adalah bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Ia memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad mengajarkan wirid dan zikir kepada Ali bin Abi Thalib atau sahabatnya yang lain. Selanjutnya, sahabat yang menerima pengajaran ini menyebarkannya sehingga jumlah penerimanya semakin bertambah dan meluas. “Hingga akhirnya menjadi komunitas tertentu dan kekuatan sosial utama yang mampu masuk hampir ke seluruh komunitas masyarakat Muslim. Ia kemudian menjadi perkumpulan khusus, atau lahir sebagai sebuah tarekat,” tulisnya. Sementara J. Spencer Trimingham, penulis The Sufi Order in Islam 1971, seperti dikutip Humam, berpendapat bahwa tarekat mulanya hanya metode gradual mistisisme kontemplatif dan pelepasan diri. “Sekelompok murid berkumpul mengelilingi seorang guru sufisme terkenal, mencari pelatihan melalui persatuan dan kebersamaan yang pada awalnya belum mengenal upacara spesifik dan proses baiat apapun,” catat Fansuri sebagai Pelopor Tarekat pertama kali muncul di Nusantara diperkirakan pada paruh kedua abad ke-16 dan diperkenalkan oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh. Ia penganut tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang merupakan keturunan Nabi Muhammad dari garis Hasan bin Ali. Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dilahirkan di Naif, Jailan pada 1 Ramadan 470 H/1077 M memulai kehidupan sufinya di Baghdad. Di kota tersebut ia menjadi guru besar tarekat. Dari Aceh, tarekat Qadiriyah kemudian menyebar ke Banten dan Jawa Barat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, dalam tradisi rakyat Cirebon, Syekh Abdul Qadir al-Jailani dipercaya pernah datang ke Jawa dan meninggal di pulau tersebut. Bahkan orang-orang dapat menunjukkan makamnya. “Ajaran-ajaran tarekat Qadariyah terdiri dari lima hal tinggi cita-cita, menjaga [diri dari] segala yang haram, memperbaiki khidmat kepada Tuhan, kuat pendirian, dan memperbesar karunia atau nikmat Tuhan,” tulis Humam. Dan kepada murid-muridnya, Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan 7 hal, yakni taubat, zuhud, tawakal, syukur, sabar, rida, dan jujur. Sementara tarekat Naqsyabandiyah didirikan Muhammad bin Muhammad Baha-uddin al-Uwaisi al-Buhkhari al-Naqsyabandi, yang lahir Bukhara, Uzbekistan pada 717 H atau 1318 M. Naqsyabandi artinya lukisan. Nama ini diambil karena pendirinya dinilai oleh murid-muridnya pandai melukiskan tarekat sehingga mampu dimengerti. Syekh Yusuf al-Makassari 1626-1699 menurut Martin van Bruinessen dalam Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis 1994 adalah orang Nusantara pertama yang menyebut tarekat Naqsyabandiyah dalam tulisan-tulisannya. Ia mempelajari tarekat ini di Nuhira, Yaman, melalui syekh Muhammad Abd al-Barqi’ al-Majazi al-Yamani. Dan di Madinah ia berbaiat tarekat Naqsyabandiyah kepada syekh Ibrahim tarekat Naqsyabandiyah baru menjadi sebuah organisasi di Nusantara pada paruh kedua abad ke-19. Selanjutnya, tarekat ini berkembang dalam pelbagai bentuk, yaitu Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Naqsyabandiyah Muzhariyah yang bersumber dari syekh Ismail al-Khalidi di Minangkabau dan Sayyid Muhammad Salih al-Zawawi. Salah seorang murid Sayyid Muhammad Salih al-Zawawi yang bernama Syekh Abdul Azim Manduri dari Madura mengembangkan tarekat ini di wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Barat, khususnya di kalangan orang Madura. “Di samping itu, di Indonesia juga terdapat tarekat Naqsyabandiyah Haqqani yang dikenalkan oleh syekh Muhammad Hisyam Kabbani, khalifah syekh Anzim Adil Haqqani di Amerika Serikat. Pada 1997, beliau mengunjungi Indonesia dan kemudian hampir setiap tahun datang ke Indonesia,” tulis Humam. Menurutnya, di Indonesia orang yang pertama kali diangkat sebagai wakil syekh Nazim Adil adalah Musthafa Mas’ud. Setelah itu ia juga menunjuk beberapa wakil untuk sejumlah daerah di Indonesia, yaitu Taufiqurrahman al-Subki dari Wonopringgo Pekalongan, Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan, Ahmad Syahd dari Nagrek Bandung, dan al-Ustaz H. Wahfiuddin dari Jakarta. Syekh Khathib al-Sambasi dari Sambas, Kalimantan Barat membuat tarekat baru yang menggabungkan tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah dan menamainya tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Tarekat ini, menurut Martin van Bruinessen, meski menggabungkan dua tarekat, tetap merupakan tarekat yang berdiri mengajarkan tarekatnya, Khathib al-Sambasi tak memisahkan antara tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Para murid mesti mengamalkannya secara utuh sebagai satu kesatuan. “Penyebaran tarekat ini di Indonesia diperkirakan mulai paruh abad ke-19, tepatnya pada tahun 1853, yakni sejak kembalinya murid-murid syekh Khattib al-Sambasi dari Mekah ke tanah air,” tulis Humam. Meski murid-muridnya dari Nusantara berasal dari sejumlah daerah seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok, dan ia pun banyak mengangkat khalifah, menurut Bruinessen setelah Khattib al-Sambasi meninggal yang diakui sebagai pemimpin utama tarekat ini adalah syekh Abdul al-Karim al-Bantani dari Banten. Lalu pada 1970-an, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai empat pusat di wilayah Jawa, yakni di Rejoso, Jombang Kiai Musta’in Romli, Mranggen, Demak Kiai Muslikh, Suryalaya, Tasikmalaya Abah Anom, dan Pagentongan, Bogor Kiai Thohir Falak. Infografik Tarekat di Nusantara. Gerakan Politik Pada saat dipimpin Abdul al-Karim al-Bantani, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sangat populer di kalangan penduduk miskin di desa-desa. Kondisi inilah, menurut Sartono Kartodirjo dalam Pemberontakan Petani Banten 1888 1984, yang dimanfaatkan untuk membuat jaringan komunikasi dan koordinasi dalam pemberontakan petani di Banten pada 1888. “Syekh Abdul al-Karim sendiri, yang telah tinggal di Makkah sejak 1876, tidak ada sangkutan apa-apa dengan pemberontakan ini, tetapi salah seorang di antara murid-muridnya yang berwatak keras, yaitu Haji Marzuki, yang telah diangkatnya sebagai khalifah, dicurigai oleh Belanda sebagai salah seorang penghasut di balik pemberontakan tersebut,” tulis Bruinessen. Ia memperkirakan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terlibat beberapa pemberontakan karena tarekat ini berbeda dengan tarekat Naqsyabandiyah yang pada mulanya cenderung mencari pengikut dari kalangan elite. “Kiai Kasan Tafsir dari Krapyak dalam hubungannya dengan Peristiwa Sukoharjo, adalah seorang khalifah dari Abdul al-Karim Banten. Dan Guru Bangkol dari Lombok, penghasut utama di pemberontakan anti-Bali, telah dibaiat masuk tarekat yang sama oleh kakaknya Abdul Rahman dan sepupunya Thayib, yang keduanya telah belajar tarekat di Mekah,” imbuhnya. Contoh lain keterlibatan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam kancah politik, seperti ditulis Bruinessen dalam bukunya yang lain, yakni NU Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru 2008, adalah bergabungnya Kiai Musta’in Romli dari Rejoso, Jombang ke Golkar pada 1973. Pendirian sejumlah tarekat selalu diawali perjalanan belajar dan spiritual, termasuk yang dialami oleh Abdul Qadir al-Jailani tarekat Qadariyah, Muhammad bin Muhammad Baha-uddin al-Uwaisi al-Buhkhari al-Naqsyabandi tarekat Naqsyabandiyah, dan Ahmad Khathib al-Sambasi Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Perjalanan Abdul Somad ke Pekalongan menemui Habib Luthfi bin Yahya dan berbaiat tarekat, juga kunjungannya ke kediaman Maimun Zubair, disebut-sebut sebagai perjalanan spiritual. Namun, sejumlah kalangan menilai langkah ini berpotensi ditafsirkan sebagai jurus politik jelang Pilpres 2019. - Sosial Budaya Penulis Irfan TeguhEditor Ivan Aulia Ahsan

doa silsilah tarekat naqsyabandiyah